Seminar Kepenulisan FKIP Universitas Pakuan Bogor
- Admin
- Berita
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,Universitas Pakuan Bogor menyelenggarakan kegiatan seminar kepenulisan pada tanggal 10 Desember 2019, kegiatan tersebut diselenggarakan untuk mendorong kreativitas mahasiswa dalam hal menulis, selain itu kegiatan tersebut juga diharapkan dapat memancing lahirnya penulis-penulis muda yang kreatif aktif dan ikut serta untuk terus meramaikan dunia sastra di Indonesia.12/12/2019
Kegiatan dibuka langsung oleh Bapak Suhendra, M. Pd. Selaku ketua Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Pakuan. Setelah pembukaan kegiatan diawali dengan penampilan musikalisasi puisi memukau oleh tim Balada Orang Tua yang juga lahir dari Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini.
Tidak hanya BOT atau Balada Orang Tua, kegiatan ini juga menghadirkan dua orang penulis yaitu Yanusa Nugroho, S.S. (sastrawan dan penulis buku Asia Tenggara) dan Imam Maulana (Mahasiswa dan Penulis Antologi Puisi “Untuk Peneman Terbaikku.
Kegiatan inti pertama di mulai dengan pemaparan sekaligus praktik mengenai bagaimana menulis oleh sastrawan Yanusa Nugroho, selanjutnya disambung oleh pemaparan dari penulis muda yaitu Imam Maulana.
Imam Maulana juga merupakan mahasiswa dari Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Pakuan Bogor, saat ini Ia masih duduk di bangku semester 7, Ia menerbitkan buku pertamanya pada tahun 2018 saat ia masih semester 4 yang berjudul “Untuk Peneman Terbaikku”.
Dalam kegiatan tersebut Ia menyampaikan bahwa “menulis sebuah tulisan bukanlah hal sepele, beberapa hal besar diawali oleh sebuah tulisan, Indonesia sebelum menjadi bangsa yang besar seperti sekarang pun berawal dari sebuah tulisan yang menggemparkan yang dibacakan oleh proklamator Soekarno, tulisan itu adalah proklamasi”, “sebuah film luar biasa yang menghibur yang kalian tonton itu pun berasal dari tulisan-tulisan narasi”.
Selain itu Ia juga menyampaikan beberapa tips dan trik menulis, yang pertama adalah motivasi dan ambisi, menurutnya itu adalah modal utama untuk menjadi seorang penulis, tak hanya penulis, hal apapun yang dilakukan itu harus berawal dari motivasi dan ambisi yang tinggi, dan ambisi itu harus terus dijaga, keyakinan yang dimiliki oleh setiap manusia saat saat masih berusia 3-4 tahun, saat kita yakin kita bisa menulis dimulai dengan coretan-coretan pada dinding dan kertas kosong, “yakinkan dalam diri bahwa siapapun bisa menulis” begitu ucapnya. Selanjutnya yaitu Ia meminta untuk mencoba menuliskan apa saja, status-status kegalauan, chating-chating yang memotivasi teman menurutnya adalah awal dari sebuah tulisan-tulisan yang menarik hanya tinggal dipoles sedikit demi sedikit, setelah menuliskannya
Imam juga meminta untuk mencoba membagikannya, menurutnya di zaman serba instan seperti sekarang bukanlah hal sulit untuk membagikan tulisan agar dapat dilihat oleh banyak orang. “biarkan orang melihat dan menilai tulisan hasil karya kalian, karena itu merupakan awal dari keberanian kalian untuk terus menulis”.
Imam juga menyampaikan bahwa setiap proses itu harus dinikmati, segala macam komentar dan cemoohan itu jadikan motivasi untuk terus menjadi lebih baik, jadikan bahan evaluasi. Ia juga meminta untuk terus membaca karya sastra apa saja, karena itu merupakan bahan input imajinasi untuk menghasilkan kata-kata baru sebelum kita menghasilkan output yaitu proses penulisannya. Dan di akhir pembicaraannya, Ia meminta juga untuk mengumpulkan setiap tulisan yang pernah dibuat, “karena setiap tulisan yang kita punya itu memiliki jalannya masing-masing” begitu ucapnya, dan Ia juga meminta untuk terus berkarya, jangan pernah merasa puas dengan apa yang telah dicapai.
Setelah menyampaikan beberapa hal dalam menulis, kegiatan tersebut juga membuka beberapa sesi tanya jawab, Imam juga sedikit menceritakan salah satu proses kreatifnya dalam membuat puisi yang kemudian Ia bacakan, Puisi tersebut berjudul “Rangkaian Persiapan”. Dalam kegiatan tersebut Ia juga mengutip sedikit kata-kata dari penulis novel “Sarjana di Tepian Baskom” yaitu Wildan Fauzi Mubarock, “Aku menulis agar abadi. Dan aku membaca sebagai ketaatan pada Sang Pencipta” begitu ucapnya.